Prof Dr Hj Ilfi Nur Diana MSi CAHRM CRMP mengajak masyarakat mewaspadai krisis kepemimpinan, sebagai upaya menegakkan demokrasi sehat. Guru Besar bidang Sumber Daya Manusia ini menelaah pentingnya masyarakat memberdayakan diri, memilih calon pemimpin yang mampu menciptakan kemaslahatan umat.

Menurut Prof Ilfi krisis kepemimpinan di tingkat nasional semakin menjadi perhatian banyak pihak. Apalagi dengan santernya pemberitaan mengenai pemakzulan, Ilfi menilai kondisi krisis ini ditandai oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin. Tentunya hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.
“Faktor tersebut diantaranya tingginya korupsi, rendahnya integritas. Serta kurangnya kapasitas, kapabilitas, dan pengalaman pemimpin itu sendiri,” ungkap Ilfi, Sabtu (5/7/2025).
Selain itu, pembagian kekuasaan yang tidak sehat, politik dinasti, pengaruh identitas, serta pengutamaan kepentingan golongan turut memperburuk keadaan.
Pada tingkat makro, dampaknya sangat serius. Kinerja pemerintahan sering kali buruk, inovasi tertinggal, dan negara sulit menghadapi tantangan zaman. Kebijakan yang diambil cenderung tidak tepat, tidak berakar di tengah masyarakat, serta tidak berkeadilan.
Konflik kepentingan dan masyarakat yang apatis menciptakan ketidakstabilan politik, yang akhirnya memicu kerusuhan, konflik, dan ketegangan antar kelompok sosial.
Di tingkat mikro, krisis serupa juga dapat terjadi. Seorang pemimpin yang tidak memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas yang memadai. Serta tidak berperilaku baik, hanya akan berperan sebagai simbol semata. Ia sering bergantung pada kemampuan tim, terjebak dalam rutinitas, dan kurang inovatif.
“Akibatnya, dukungan dari bawahannya menurun, ketidakpuasan meluas, dan kinerja organisasi tidak mencapai target. Pemimpin seperti ini gagal menggerakkan tim untuk mencapai visi dan tujuan bersama,” urai Ilfi.
Menurut Guru Besar yang juga Wakil Rektor II UIN Malang ini, proses seleksi pemimpin seharusnya mengedepankan profesionalisme, termasuk kemampuan, perilaku, akhlak, dan pengalaman. Dalam Islam, seorang pemimpin ideal harus mampu menjadi teladan dalam berkinerja dan berperilaku.
Berdasarkan konsep Imam Mawardi, seorang pemimpin bertugas sebagai pengganti kenabian untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia atau likhilafatinnubuwah wakhirosatiddunya.
“Ia harus memiliki pemahaman agama yang kuat, wawasan luas, gagasan besar, keahlian strategi, serta mampu mengelola risiko,” tandas Ilfi.
Lebih dari itu, pemimpin juga harus memiliki niat tulus mengabdi pada masyarakat dan lembaga, bukan demi keuntungan pribadi.
Secara konkret, langkah di tingkat makro yang perlu dilakukan adalah menghindari praktik money politic yang merusak tatanan negara.
Masyarakat harus diberdayakan untuk memilih calon pemimpin yang terpercaya dan mampu menciptakan kemaslahatan. Dalam organisasi, hindari black campaign dan politik adu domba yang hanya menebar fitnah dan perpecahan.
Adapun peran generasi muda sangat vital. Mereka harus mengawal demokrasi, memilih pemimpin yang visioner, cerdas, mampu beradaptasi dengan perubahan, berani, dan gesit. Penting juga untuk memiliki kedalaman spiritual dan keagungan akhlak sebagai pondasi dalam membangun bangsa yang lebih baik.
“Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kepemimpinan yang kuat dan terpercaya dapat terwujud untuk masa depan bangsa dan negara,” pungkasnya.(win)