
newsnoid.com, Batu – Kementerian Agama RI menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Pengembangan Moderasi Beragama di Hotel Onsen, Batu pada 17-22 November 2025.
Kegiatan ini diikuti oleh puluhan calon trainer dari berbagai latar belakang, dengan harapan dapat menjadi agen perubahan dalam mempromosikan toleransi dan kerukunan umat beragama.
Sesi pembuka pelatihan menghadirkan materi yang mendalam dan reflektif bertajuk “Udar Asumsi, Membangun Perspektif”, yang difasilitasi oleh dua pakar di bidang moderasi beragama: Dr. KH. Marzuki Wahid, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, dan Prof. Dr. Fawaizul Umam, Dekan Fakultas Dakwah UIN KHAS Jember.
Pelatihan diawali dengan simulasi sederhana namun penuh makna. Peserta diminta menggambar peta dari rumah mereka ke tempat kerja, lalu menukarkannya dengan peserta lain. Pertanyaannya: “Apakah dengan peta ini, orang yang belum pernah ke rumahmu bisa sampai dengan tepat?” Jawabannya seragam: tidak. Aktivitas ini menjadi pintu masuk untuk menyadarkan peserta bahwa peta bukanlah wilayah, dan asumsi bukanlah realitas.
Materi kemudian dikembangkan dengan pendekatan “Open Mind, Open Heart, Open Will”. Peserta diajak untuk membuka pikiran dengan rasa ingin tahu (curiosity), membuka hati dengan kasih sayang (compassion), dan membuka kemauan dengan keberanian (courage).
Dr. KH. Marzuki Wahid menekankan, “Kita sering terjebak dalam Voice of Judgement, Cynicism, dan Fear. Padahal, moderasi beragama mengajak kita untuk terus bertanya: Sudahkah kita sungguh-sungguh mendengarkan suara yang berbeda,” katanya.
Prof. Dr. Fawaizul Umam menambahkan, bahwa langkah pertama menuju moderasi adalah kesadaran akan bias dan asumsi diri sendiri.
“Jika kita merasa semua keyakinan kita sudah benar sejak awal, mungkin kita sedang mengelabui diri sendiri,” ujarnya.
Pelatihan ini tidak hanya teoritis, tetapi juga sarat dengan refleksi personal dan diskusi kelompok yang interaktif. Peserta diajak mengeksplorasi bagaimana asumsi dan prasangka dapat memicu tindakan intoleran, serta bagaimana membangun perspektif yang lebih inklusif tanpa kehilangan identitas.
Kegiatan ToT ini diharapkan dapat melahirkan trainer-trainer moderasi beragama yang tidak hanya paham teori, tetapi juga mampu mempraktikkan dan menyebarkan nilai-nilai keterbukaan, empati, dan keberanian dalam kehidupan sehari-hari—khususnya di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.(die)
